Tidak ada pernikahan yg sempurna.
Sebaik2nya interaksi antara 2 manusia pasti pernah ada pertengkaran.
Terkadang bahkan alasannya terkesan sepele 😁
Sebaik2nya interaksi antara 2 manusia pasti pernah ada pertengkaran.
Terkadang bahkan alasannya terkesan sepele 😁
Contohnya seperti papa saya yg perfeksionis abis, yg hanya karena gunting yg tidak dikembalikan di tempat semula saja bisa memicu kemarahan yg berujung ceramah panjang kepada ibu yg hanya mampu mendengarkan 😊
Seorang teman pernah berkata, idealnya orangtua tidak bertengkar di depan anak2nya. Karena hal ini bisa berdampak kurang baik bagi psikologi anak sampai dia dewasa.
Namun dari pengalaman saya sebagai anak, tidak ada orangtua yg mampu menyembunyikan 100% pertengkarannya.
Minimal, ekspresi wajah sedih atau marah, juga kekakuan percakapan bahkan mungkin saling mendiamkan ketika sedang bermasalah akan tertangkap oleh perasaan anaknya.
Minimal, ekspresi wajah sedih atau marah, juga kekakuan percakapan bahkan mungkin saling mendiamkan ketika sedang bermasalah akan tertangkap oleh perasaan anaknya.
Selama tidak ada KDRT seperti pemukulan, kata makian atau hujatan, mungkin tidak apa2.
Karena anak2, terutama yg sudah berusia 10th menjelang aqil baligh juga perlu memahami bahwa pernikahan bukanlah seperti Dongeng Cinderella yg selalu "happily ever after", yg bisa jadi tertanam pada benak para ABG pemimpi.
Pernikahan adalah proses penyelarasan 2 kehidupan, kebiasaan, pemikiran dan kepribadian yg berbeda dalam satu ikatan.
Pernikahan ibarat ladang penuh ranjau, namun juga penuh cinta kasih sebagai penawarnya.
Karena anak2, terutama yg sudah berusia 10th menjelang aqil baligh juga perlu memahami bahwa pernikahan bukanlah seperti Dongeng Cinderella yg selalu "happily ever after", yg bisa jadi tertanam pada benak para ABG pemimpi.
Pernikahan adalah proses penyelarasan 2 kehidupan, kebiasaan, pemikiran dan kepribadian yg berbeda dalam satu ikatan.
Pernikahan ibarat ladang penuh ranjau, namun juga penuh cinta kasih sebagai penawarnya.
Sebagai seorang anak, saya belajar banyak dari pernikahan kedua orangtua saya.
Saya belajar, bahwa cinta itu perlu dipupuk dan dijaga, dengan melihat kemesraan kedua orangtua saya yg senantiasa bergandengan tangan ketika mereka jalan2 berdua.
Saya belajar, bahwa cinta bukan hanya perlu dikatakan, tapi juga perlu dibuktikan, dari cara papa menjaga ibu secara luar biasa, dan dari pengabdian ibu kepada papa.
Saya belajar, bahwa keromantisan dalam pernikahan juga merupakan hal yg essensial, dari cara papa sesekali memeluk ibu dan menciumnya ketika mengucapkan selamat ulang tahun dan sejenisnya.
Saya belajar, bahwa cinta bisa diperkuat dgn rasa saling membutuhkan dan saling mengingatkan, dgn melihat bagaimana orangtua saya saling membutuhkan dan saling mengingatkan dikala berjauhan.
Selain belajar dari cinta orangtua saya, saya juga belajar dari pertengkaran diantara mereka.
Saya belajar, bahwa pertengkaran bisa dilakukan tanpa perlu menghujat dan memaki meskipun terkadang nada suara meninggi.
Saya belajar, bahwa orangtua saya tetap berupaya berpegangan pada aturan agama dgn tidak saling mendiamkan lebih dari 3 hari.
Terutama, saya juga belajar, bahwa penyesalan hanya akan berguna jika diikuti dgn ikhtiar untuk memperbaiki kesalahan, dan kebesaran hati utk saling memaafkan serta memulai segalanya dari awal lagi...
Dan saya juga belajar, terkadang kita perlu membela, karena dgn demikian secara tidak langsung menegur pihak yg khilaf melakukan sesuatu diluar batas karena angkara...
*Teringat Ifan dan Fian yg selalu membela saya jika wajah saya terlihat sedih sedikit saja, Ifan akan memeluk saya dan meminta saya utk bersabar, sementara Fian malah memiliki keberanian utk meminta suami agar meminta maaf kepada saya meski mereka tidak tau persis masalahnya apa...
Maka nikmat Allah yg mana lagi yg bisa saya dustakan?
Maka nikmat Allah yg mana lagi yg bisa saya dustakan?
Catatan :
Hadits Muslim 4644
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ وَهُوَ ابْنُ عُثْمَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tak bersapaan dgn saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari. [HR. Muslim No.4644].
wallahu a'lam.